Para-GrapH
Lagaknya,
orang-orang mulai makin mahir memainkan pengetahuan mereka. Memainkan
suara-suara merdu dibalik getir. Menambahkan manis gula di atas racun yang
disimpan di akhir cerita. Tayangan penuh rasa kelaki-lakian jadi penghias
malam-malam yang saya habiskan. Penuh potongan sempurna dan citarasa. Penuh
kata mutiara dan kebanggaan. Dan saya, saya hanya orang awam yang dengan begitu
bodoh dan gampang termakan ode yang dinyanyikan secara nyaring. Dan saya, saya
hanya makhluk dengan pikiran terbatas yang bahkan dengan senang hati mengikuti
lekuk-lekuk yang mereka siapkan, walaupun jelas tergambar hal buruk di balik
lekukan itu. Ndeso, cemen, banci. Ya itu, itu yang mereka ucapkan, termasuk
saya, pada kaum lain yang secara baik sengaja atau tidak menyentuh garis
citarasa dan kebanggaan kami.
Bah.
Lagaknya, orang-orang mulai pintar bermain kata-kata. Ada saja yg mereka bahas untuk memojokkan saya. Memangnya saya
peduli? Saya tidak bodoh, walaupun jarang terpantik keinginan untuk berpikir.
Saya tidak goblok, walaupun perkataan kalian susah untuk dijelaskan secara
logika saya. Wong saya ini tahu. Tahu betul apa yang kalian maksud. Tahu betul
apa yang kalian bilang. Saya cuma ga ngerti, kalau toh saya secara tidak
sengaja termakan kata kalian, apa untungnya bagi kalian? Toh ga akan
mendatangkan sepeserpun uang untuk makan keluargamu, istrimu, anak-anak bayimu.
Saya
ini ya saya. Saya tahu lah, kalau saya sudah terlanjur termakan paragraph
pertama. Dan kalian datang. Wajah-wajah yang mampu menulis sebuah kalimat saya,
jadi sebuah cerpen putus asa di mata orang lain. Lalu kalian menyebarkannya,
seolah kami adalah para pesakitan menjijikkan yang lebih hina dari anjing.
Kalian mulai memagari beberapa kawasan secara tak kasat mata namun menyiksa.
Kalian batasi gerak kami, karena kalian tahu, kami terlanjur termakan paragraph
pertama dan tak akan mengikuti paragraph kedua. Itu, itu yang kalian lakukan
sejauh ini. Hanya karena harapan-harapan yang kalian keluarkan tak kami gubris,
kami anggap angin lalu. Toh, sekali lagi, ga ada untungnya buat kalian. Mau
kami jadi pesakitan, pecandu, mati, itu seratus persen bukan salah kalian. Itu
salah kami. Kami.
Ahh..
Atau kalian merasa jengkel, karena beberapa kaum kalian mulai mengikuti
paragraph pertama seperti saya, seperti kami. Dan kalian mencoba membujuk kaum
kami, berkhianat. Menuju kehidupan yang lebih baik seperti kalian. Ahh,
sudahlah. Tak ada gunanya, wong kaum kami ga pernah memaksa kaum kalian ikut
paragraph satu, ya mereka dewe seng
pengen melu.Ahh, sudahlah. Ga ada habisnya kalau saya berkeluh kesah di
sini, toh rokok saya mulai habis dan saya harus menyalakan satu lagi.
0 komentar:
Dimohon untuk menggunakan kata-kata yg sopan