Sepenggal Kisah Vasudev Khrisna (Sri Kresna)
Selamat malam para Alteres,
Karena yang namanya serial Mahabharat lagi trending dan booming, saya akhirnya juga belajar tentang watak dan penokohan para karakternya. Di samping memang saya suka dengan sastra, dan ditambah kebosanan kalau belajar tentang wayang. Serial seperti ini cukup membantu untuk tau kisah dari salah satu hikayat terbaik yang pernah diceritakan di dunia.
Kisah Khrisna di bawah saya susun dari beberapa sumber termasuk wikipedia.com, mungkin kalian akan menemukan beberapa yang berbeda versi dengan yang sebelumnya kalian ketahui. Karena memang dalam pengisahan wayang pun, versi yang diceritakan akan disesuaikan dengan budaya dan tradisi suatu tempat. Seperti itu pula yang dilakukan Sinuwun Sunan Kalijaga.
Dan juga mungkin ada beberapa yang tidak saya rangkum di sini, karena juga takut terjadi kesalahan dengan versi yang benar-benar asli. Saya juga tahu bagaimana rasanya kalau sekedar 'kisah' yang kita tulis akan kontra dengan hikayat sebenarnya.
CEKIDOOOOOT.....!!
.VASUDEV KHRISNA....
Bathara
Kresna, Sri Kresna, Vasudev Khrisna, Awatara Khrisna, Madawa, adalah awatara
(penjelmaan, inkarnasi) kedelapan dari 10 awatara dari Dewa Vishnu (Sang Dewa
Pemelihara Alam). Kesepuluh awatara lain adalah Matsya Awatara (Sang Ikan),
Kurma Awatara (Sang Kura-Kura), Waraha Awatara (Sang Babi Hutan), Narasimha
Awatara (Narasinga: Sang Manusia Berkepala Singa),Wamana Awatara (Sang
Brahman), Parasurama Awatara (Ramaparasu: Sang Ksatria Berkapak), Rama Awatara
(Prabu Ramawijaya: Sang Ksatria Pemanah. Dikisahkan lebih banyak di kasastran
Ramayana), Khrisna Awatara (Sang Gembala: Dikisahkan pula di kasastran
Mahabharata dan Bhagavadgita), Buddha Awatara (Pangeran Sidharta Gautama: Sang
Buddha), dan yang terakhir Kalki Awatara (Sang Pemusnah: Inkarnasi ini
dipercaya akan muncul di akhir zaman).
Khrisna
adalah anak ke delapan dari pasangan dari Prabu Basudewa (Vasudev) dan Puteri
Dewaki. Sering juga dikisahkan beliau adalah anak ketiga dari pasangan
tersebut. Tersebutlah Prabu Basudewa dan Dewaki harus menghabiskan masa di
tahanan, karena diramalkan putera-nya akan membunuh pamannya sendiri, Prabu
Kangsa (Raja Kamsa). Untuk menghindari ramalan tersebut, Prabu Kangsa pun
mengurung Basudewa dan Dewaki dan membunuh setiap anak yang terlahir dari
pasangan tersebut. Seketika sampai pada putera ke tujuhnya, putera ketujuh
tersebut menghilang dan tidak sempat dibunuh. Begitu pula pada putera ke
delapannya, Prabu Basudewa memilih untuk mengeluarkannya secara
sembunyi-sembunyi. Kisah lain ada yang menyebutkan bahwa saat masih bayi,
Khrisna keluar sendiri dari penjara bersama dua saudaranya. Kisah lain pun ada
yang menyebut, bahwa 3 putera terakhir Prabu Basudewa dikirim secara ajaib ke
rahim Yasoda di Vrindavana. Putera-putera Prabu Basudewa tersebut selanjutnya
kita kenal dengan Balaram, Khrisna, dan Subadhra (Prabu Baladewa, Sri Kresna,
dan Dewi Subadra).
Vasudev
Khrisna dapat dengan cepat dikenali dengan hiasan bulu merak dan jubah kuning
yang dikenakannya, beliau selalu membawa seruling, dan sering digambarkan
mempunyai kulit berwarna biru tua (beberapa negara lain menggambarkannya
memiliki kulit berwarna hitam). Biru tua selalu melambangkan ketidakterbatasan,
mengambil dari warna kedalaman laut dan langit. Masa kecilnya dihabiskan di
sebuah kota yang dikenal dengan nama Vrindhavana. Dan di situ pula, Raja Kangsa
masih sering berupaya membunuhnya. Beberapa iblis sempat dikirim adalah Putana
(Iblis Wanita), Kesi (Iblis Kuda), dan Agasura (Iblis Ular). Khrisna juga
menjinakkan Naga Kaliya yang sempat meracuni sungai Yamuna. Atas pertolongan
Khrisna pula, dengan membuat jejak kaki di kepala Kaliya, Garuda (musuh para
naga) tak berani menganggu Naga Kaliya.
Kisah
kepahlawanan masa kecilnya pun dikisahkan pula saat beliau mengangkat bukit Govardhana
untuk melindungi rakyat Vrindavana dari amukan Dewa Indra (Indra Dev, Bhagawan
Indra, Dewa Perang yang menguasai hujan). Di saat pemujaan rakyat Vrindavana
pada Dewa Indra mulai melebihi batas dan menjadikan Dewa Indra sombong, Khrisna
menyarankan untuk menghentikannya dan lebih memilih bersyukur dengan menjaga
kelestarian alam, bukan membuat persembahan yang menghabiskan sumber daya alam.
Dewa Indra pun marah dan berniat menghancurkan Vrindavana, namun Khrisna
berhasil mengalahkannya dan menyadarkannya.
Setelah
dewasa, Khrisna menetap di Mathura (Madura), setelah mengalahkan Raja Kamsa.
Namun pembalasan dendam dan terror dari Jarasanda, putera Kangsa, kepada para
Yadavas (Yadawa, rakyat pengikut Khrisna, rakyat penggembala) membuatnya
memilih melarikan diri dan mendirikan kerajaan baru, Dwaraka (Dwarawati, saat
ini adalah wilayah Gujarat). Di sana beliau menjadi raja bersama Balaram dan
Subadhra sebagai pendampingnya, dan mulai ikut turun dalam Mahabharata.
Vasudev
Khrisna adalah kakak ipar dari Arjuna Putera Pandhu, yang memperistri Subadhra.
Beliau juga merupakan ahli strategi dan juru damai dari pihak Pandava
(Pandhawa) kepada pihak Korawa (Kurawa). Beliau juga memiliki kedudukan yang
sangat dihormati di Indraphrasta (Negeri Berkat Indra: Amarta) yang didirikan
dan dipimpin oleh Yudhistira Putera Pandu (Prabu Puntadewa) dan adik-adiknya.
Dalam suatu kesempatan, dikisahkan bahwa sepupu dari Khrisna, Pangeran
Sishupala, menghadiri Rajsuya Yajna (ritual memerdekakan diri) dari
Indraphrasta. Di tengah acara tersebut, Sishupala mengejek dan memperolok-olok
Khrisna, dan para Pandawa di muka umum. Karena sumpahnya yang akan mengampuni
100 keburukan Sishupala, Khrisna hanya diam dan tak berbuat apa-apa, namun
setelah Sishupala mengejeknya lebih dari 100 kali, Khrisna segera mengeluarkan
cakra dan memenggal kepala Sishupala.
Selain
berjasa atas merdekanya Indraphrasta, Khrisna juga beberapa kali membawa pesan
perdamaian kepada Korawa sebelum Bharatayuda, namun selalu ditolak oleh
Duryodhana (Pangeran Duryudana, Putera Mahkota Hastinapura (Astina), Raja
Indraphrasta (setelah merebutnya dari Yudhistira lewat permainan judi dadu).
Sebelum Bharatayuda pecah pun, Khrisna sempat menyuruh Pandawa dan Korawa
memilih dirinya yang tanpa senjata atau seluruh pasukan yang dipimpinnya untuk
menjadi sekutu. Arjuna pun memilih Khrisna ada di pihaknya walaupun Khrisna
tidak bertarung sama sekali, dan hanya menjadi kusir kereta Arjuna.
Peranan
di Bharatayuda sebagai ahli strategi pun tidak bisa diacuhkan. Pada suatu kesempatan,
beliau bahkan sempat melepas roda dari kereta kudanya dan hendak melemparkannya
ke leher Bhisma Devavrat (Dewabhrata Bisma, kakek Arjuna), karena selama
perang, baik Arjuna dan Bisma tidak serius dan terkesan setengah hati. Namun
hal itu dihentikan Arjuna, dan Khrisna tidak berbuat apa-apa. Khrisna pula yang
pada akhirnya, menyarankan Pandawa untuk bertamu ke tenda Bisma dan menanyakan
kelemahannya. Setelah Bisma roboh, dan Korawa mengangkat Mahaguru Drona (Resi
Durna) sebagai panglima perang, Khrisna pula yang menyuruh Vrikodar Bheem (Bima
Putera Pandhu, Werkudara) untuk membunuh gajah perang bernama Aswatama. Berita
kematian Aswatama sang Gajah, diberitakan sedemikian heboh di Kurukhsetra,
sehingga membuat Drona berpikir, bahwa Aswatama anaknya lah yang mati. Pada saat
itulah Drestadyumna (Putera Mahkota Kerajaan Drupada, kakak dari Dropadi
(Panchali, Drupadi) dan Shikandini (Srikandi) berhasil memenggal kepala Drona,
sesuai dengan sumpah raja Drupada.
Kekalahan
Prabu Salya (kakak dari Puteri Madri, istri Pandhu dan paman dari Nakul dan
Sadhev (Nakula Putera Pandu dan Sadewa Putera Pandu), pun disebabkan oleh
Khrisna. Khrisna yang menyarankan Yudhistira untuk maju perang melawan Prabu
Salya yang menguasai Chandrabhirawa (seorang raksasa kerdil, yang apabila di
lukai akan menjelma menjadi dua. Ada juga versi yang menyebut bahwa itu adalah
sebuah ajian kebal). Chandrabhirawa yang tak berkenan ke orang suci pun
mendadak kalah, dan dengan segera Yudhistira melemparkan Kalimahosadda (Jamus
Kalimusada, sebuah kitab yang merupakan senjata dari Pandhawa) ke arah Salya,
kitab tersebut segera berubah jadi tombak dan menghujam dada Salya. Pada
kesempatan lain, kekalahan dari Duryodana putera Dretharastha pun disebabkan
oleh Khrisna. Setelah kehabisan panglima perang, Duryodana berniat maju sendiri
di pertempuran terakhir. Duryodana pun meminta berkah pada Dewi Gendhari
(Gandhari, adik dari Sangkuni), ibunya. Disyaratkan oleh Gendhari bahwa
Duryodana harus menemuinya dalam keadaan telanjang, namun Khrisna mengolok-oloknya
saat melihat Duryodana telanjang, sehingga dia menutupi pangkal pahanya dan
menemui ibunya. Gendhari pun membuka matanya, dan terkejutlah dia karena
Duryodana tidak telanjang. Dia lantas berkata bahwa seluruh tubuh Duryodana
akan kebal, namun tidak dengan pangkal pahanya. Pada akhirnya, Duryodana pun
tumbang dalam perang gada melawan Bima, karena dihantam pada pangkal pahanya.
Pasca
perang Bharatayuda, Dewi Gendhari sempat mengutuk Khrisna karena membiarkan
Bharatayuda terjadi. Disebutkannya, Bharatayuda tidak membawa damai dan
ketentraman karena pada akhirnya hanya menyisakan Pandawa yang sudah tua dan
cucunya, Parikesit (Putera Abimanyu, cucu Arjuna). Dia mengutuk bahwa Yadawa
dan Dwaraka akan mengalami hal yang sama dan akan runtuh. Hingga pada suatu
kesempatan, para laki-laki Yadawa mendandani Pangeran Samba (Putera Khrisna)
dengan dandanan wanita hamil, dan menyuruh para resi untuk meramal jenis
kelamin dari jabang bayi tersebut. Sang Resi pun merasa dihina dan mengutuk
bahwa Pangeran Samba akan melahirkan sebuah gada yang akan membunuh mereka
semua. Para Yadava pun menghancurkan dan menumbuk gada tersebut jadi bubuk dan
membuangnya di laut, namun serbuk itu kembali ke pantai, dan tumbuhlah
logam-logam panjang di tepi pantai.
Beberapa
bulan kemudian, Setyaki dan Kertamarma yang sedang ada di pantai tersebut
terlibat olok-olokan tentang Bharatayuda. Mereka akhirnya malah berperang dan
melibatkan seluruh Dwaraka, mereka mengambil logam-logam di pantai dan saling
bunuh, tidak ada yang selamat. Baladewa yang datang ke tempat kejadian segera
melaporkan musnahnya dinasti Yadawa pada Khrisna, Khrisna lantas menyuruh
pelayannya untuk menyampaikan berita tersebut ke Pandawa, dan beliau ikut
Baladewa ke dalam hutan. Baladewa duduk dengan posisi yoga, dan dari mulutnya
mengeluarkan asap putih menuju samudera, Baladewa telah mengakhiri hidupnya.
Khrisna pun mengambil posisi yoga dan duduk. Seorang pemanah benama Jara yang
sedang lewat di sana, melihat ada seekor rusa emas dan memanahnya, ternyata
yang dipanah adalah Khrisna, sehingga wafatlah beliau.
Beberapa
versi menyebut bahwa Jara adalah istilah lain yang mempunyai makna usia tua.
Sehingga bisa diartikan Sri Khrisna wafat karena usia tua. Sedang kisah lain
menyebut, hal itu adalah karma dari kehidupan sebelumnya, yaitu Prabu
Ramawijaya, yang pernah memanah Resi Subali. Sehingga beliau pun wafat dipanah.
Seminggu setelah kematian Sri Khrisna, Tsunami melanda Dwaraka dan
menenggelamkannya ke laut.
‘…ia yang
lahir harus mati, ia yang mati harus lahir. Jangan gelisah, karena hukum ini
memang tak terelakkan. Makhluk-makhluk yang kau lihat ini, wahai Arjuna, pada
awal mulanya Tak-Nyata, pada masa pertengahannya terasa Nyata dan pada akhirnya
menjadi Tak-Nyata lagi. Lantas apa gunanya kamu bersedih hati? Yang diketahui
manusia hanya antara lahir dan mati saja. Kita ini sebenarnya hanya alat-Nya,
yang dikirimkan untuk melakukan tugas-tugas-Nya, jadi kita seharusnya berbhakti
sesuai dengan kehendak-Nya…’ (Bhagavad Gita 2: 27-28)
Keren
ReplyDeleteMantaap
ReplyDeleteTerima kasih gan.
Deleteud terbukti sri khrisna bertauhid
ReplyDeleteBertauhid gimana Gan?
Delete