Hikayat Maha Resi Bhisma Dewabhrata
Selamat siang,
Karena saya sedang gandrung dengan epos Mahabharata yang ditayangkan di salah satu televisi. Saya sangat penasaran dengan sosok seorang Bishma. Saya mendapat preferensi dari http://silsilahwayang.webs.com dan http://id.wikipedia.org/wiki/Bisma. Yang akan saya susun sendiri dan saya bagi berdasarkan preferensi di atas.
Bhisma Dewabhrata – Bhishma Devavrata
Dalam
hikayat Bharatayuda dan Mahabharata, Bhisma Dewabhrata adalah salah satu sosok
yang sangat dihormati dan dijunjung tinggi dalam Dinasti Kuru. Bhisma adalah
salah satu pewaris tahta Hastinapura pada awalnya, namun memilih untuk menolak
tahta tersebut demi menjaga Hastinapura dari perpecahan dan perebutan kekuasaan
dari keturunannya dan keturunan ibu tirinya, Dewi Durgandini atau Satyawati. Dan
memilih menyerahkan Hastinapura pada keturunan Satyawati.
Kelahiran:
Maha
Resi Bhisma adalah putra dari Prabu Santanu, raja Hastinapura, dan Dewi Gangga.
Bhisma merupakan penjemaan dari salah
satu Wasu. Pada awalnya, delapan Wasu telah dihukum dibuang ke dunia karena mencuri
lembu milik Resi Washita. Dalam perjalanannya, delapan Wasu tersebut bertemu
dengan Dewi Gangga yang juga dalam perjalanan ke bumi untuk menjadi istri Prabu
Santanu. Delapan Wasu tersebut bersedia untuk menjadi putera Dewi Gangga. Dan Bhisma
adalah penjelmaan Wasu terakhir, Phabhrata, sementara 7 Wasu lain telah dibunuh
Dewi Gangga dengan ditenggelamkan di sungai Gangga ketika masih bayi.
Masa Muda:
Pada
saat Bhisma akan ditenggelamkan Dewi Gangga, Prabu Santanu memergokinya dan
melarang Dewi Gangga untuk membunuh puteranya. Dewi Gangga pun tak membunuh
Bhisma, namun lantas moksa, naik ke sorga meninggalkan Prabu Santanu, membawa
Bhisma. Pada saat Bhisma cukup dewasa, Bhisma diturunkan ke bumi, ke sungai
Gangga. Dan disana lah Bhisma muda (atau Dewabhrata, namanya pada saat masih
muda), bertemu dengan ayahnya, Prabu Santanu. Dewabhrata menghabiskan banyak
waktu untuk berlatih. Sebagai putera mahkota Hastinapura, Dewabharata
mempelajari ilmu politik dari Brihaspati, ilmu Veda dan Vedangga dari Resi
Wasitha, dan ilmu perang dari Begawan Parasurama (Rama Bargawa). Dia juga
mempunyai aji untuk menentukan tanggal kematiannya sendiri.
Sumpah:
Selain
menikah dengan Dewi Gangga, Prabu Santanu juga menikahi Dewi Durgandini
(Satyawati). Demi menjaga keutuhan Hastinapura dari perebutan kekuasaan antara
keturunan Dewi Gangga dan Dewi Durgandhini, Dewabhrata memilih mengalah dan
menyerahkan kekuasaan pada keturunan Dewi Durgandini, dan bersumpah untuk hidup
membujang selama hidupnya, agar keturunannya berhenti dan Hastinapura mutlak
milik keturunan Dewi Durgandini. Karena sumpahnya tersebut, Dewabharata
berganti nama menjadi Bhisma (dalam Sansekerta: Dia yang sumpahnya Dahsyat).
Kisah Cinta:
Bhisma
yang telah berucap sumpah, pergi ke Kerajaan Kasi, untuk mengikuti sayembara. Dia
memenangkannya dan berhasil membawa pulang tiga puteri, Puteri Amba, Puteri
Ambika, dan Puteri Ambalika, untuk dinikahkan dengan adik-adik tirinya,
Citranggada dan Wicitrawirya. Karena Citranggada wafat, Ambika dan Ambalika
dinikahkan dengan Wicitrawirya. Sementara Puteri Amba menolak karena mencintai
Bhisma. Bhisma yang telah terikat sumpah, menolak Puteri Amba. Sehingga Puteri
Amba sampai mengadukannya ke Begawan Parasurama, dan terjadilah pertempuran
dahsyat antara Begawan Parasurama dan Bhisma. Begawan parasurama pun sampai
bersumpah tak akan mengangkat murid dari kasta Ksatria lagi, dan Puteri Amba
memilih mati dan bersumpah akan menitis pada seorang puteri dan membunuh
Bhisma. Pada kehidupan selanjutnya, Puteri Amba memang menitis kepada puteri
raja Drupada, Puteri Srikandi. Dan bersama suaminya, Pangeran Arjuna, mereka
membunuh Resi Bhisma di pertempuran agung, Barathayuda di Kuruksethra.
Peranan di Bharatayuda:
Atas
kesaktiannya dan senioritasnya, Resi Bhisma ditunjuk mejadi Panglima Perang
pihak Korawa. Resi Bhisma sempat menemui Yudhistira pada malam sebelum
peperangan dan merestui Pandhawa serta mendoakan Pandhawa memenangkan perang. Resi
Bhisma pun sempat menemui Duryodana. Dia berkata bahwa walaupun dirinya
(Bhisma) berada di pihak Korawa, kemenangan pasti jatuh ke tangan Pandhawa
karena Khrisna (Bathara Kresna, titisan Dewa Vishnu), dan Arjuna ada di sana. Dimana
ada Khrisna, disitu ada kebenaran dan keberuntungan, dan dimana ada Arjuna, disitu
ada kejayaan.
Resi Bhisma
bertarung dengan sangat dahsyat. Setiap ksatria yang menghadapinya pasti mati
ataupun luka berat. Bhisma memilih Resi Dorna dan Prabu Salya sebagai
senapati-senapati pendampingnya, dan menolak Adipati Karna, Satria dari Awangga
dan putera Dewi Kunthi dan Dewa Surya. Mungkin hal ini adalah siasat Bhisma
agar peperangan seperti berlarut-larut. Bhisma sangat menyayangi Pandhawa dan
Arjuna tentu saja. Resi Dorna yang merupakan guru Arjuna, juga sangat
menyayangi Arjuna. Sementara Prabu Salya, yang merupakan paman dari
Nakula-Sadewa, terpaksa memihak Korawa karena jebakan Suyudana, menantunya. Dalam
peperangan, Bhisma sama sekali tak berniat menghabisi Pandhawa, dan selalu
melindungi Korawa dari serangan Pandhawa. Hal ini yang menjadikan Bharatayuda
berlarut-larut tanpa ada pemenang.
Sampai
dua panglima perang Bharatayuda (Resi Bhisma dan Arjuna) bertemu dalam
peperangan pun, Resi Bhisma tak bisa menghabisi Arjuna, Arjuna pun setengah
hati dalam melawan kakek buyutnya tersebut. Hal ini membuat Khrisna (Bathara
Kresna, titisan Dewa Vishnu) yang bertindak sebagai kusir dari kereta kencana
Arjuna, marah. Khrisna pun mencabut cakhra dari dadanya dan segera membidik
leher Bhisma, berniat menghabisinya dengan tangannya sendiri. Namun Arjuna
segera berlari menghampiri Khrisna dan menahan kaki Khrisna, sambil
tersedak-sedak meratap “O Kesawa (Kresna), janganlah
paduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah
mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut berperang. O Madhawa (Kresna), apabila paduka melanjutkan niat paduka,
orang-orang akan mengatakan bahwa paduka pembohong. Semua penderitaan akibat
perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang akan membunuh
kakek yang terhormat itu!..." Khrisna tak menjawab, dan segera naik lagi
ke kereta.
Khrisna
yang kehabisan akal mengajak Pandhawa untuk bertamu ke tenda Resi Bhisma, di
sana dia menanyakan kelemahan Resi Bhisma. Resi Bhisma yang mengetahui
kedatangan Pandhawa, menyambutnya dengan ramah. Dan ketika Yudhistira
menanyakan kelemahannya, Resi Bhisma menjawab:
“ ...ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan
menyerang seseorang yang telah membuang senjata, juga yang terjatuh dari
keretanya. Aku juga tidak akan menyerang mereka yang senjatanya terlepas dari
tangan, tidak akan menyerang orang yang bendera lambang kebesarannya hancur,
orang yang melarikan diri, orang dalam keadaan ketakutan, orang yang takluk dan
mengatakan bahwa ia menyerah, dan aku pun tidak akan menyerang seorang wanita,
juga seseorang yang namanya seperti wanita, orang yang lemah dan tak mampu
menjaga diri, orang yang hanya memiliki seorang anak lelaki, atau pun orang
yang sedang mabuk. Dengan itu semua aku enggan bertarung...”
Pada hari ke sepuluh, Srikandi turun ke Kuruksethra. Srikandi
menyerang Resi Bhisma dan dia tak melawan karena yang nampak di depannya
bukanlah Srikandi, namun utuh adalah Puteri Amba, dan dibelakangnya, Arjuna pun
ikut menghujamkan panah-panahnya kea rah Resi Bhisma. Puluhan panah dahsyat
Arjuna menghujam baju zirah Resi Bhisma dan merobohkannya. Jasadnya meayang
tertahan puluhan panah, dan dia belum mati, karena Resi Bhisma mampu menentukan
kapan dia mati. Korawa dan Pandhawa segera menghentikan perang dan menuju Resi
Bhisma. Resi Bhisma sempat meminta bantal untuk kepalanya. Korawa yang
menyediakan sebuah bantal mewah ditolaknya, lantas Arjuna segera mengambil
beberapa panah dan menyusunnya menjadi sebuah penyangga kepala (sarpatala). Resi
Bhisma lantas meminta air, Korawa kembali memberinya minuman dan ditolak
kembali. Arjuna segera menancapkan panah ke tanah, dan keluarlah air ke wajah
Resi Bhisma. Resi Bhisma meminta agar dia bisa melihat akhir dari perang
Bharatayuda, medan perang pun digeser dan memberi tempat Resi Bhisma untuk
melihat jalannya perang.
Hanya delapan
hari setelah tumbangnya Resi Bhisma, Korawa kalah. Pandhawa kembali mengunjungi
Bhisma bersama ibu mereka, Dewi Kunthi Nalibrata, Sri Khrisna, dan Prabu
Baladewa. Setelah memberi wejangan pada Yudhistira, Resi Bhisma pun wafat.
Bagian Akhir:
Resi
Bhisma adalah sosok yang tangguh, jujur, berdedikasi tinggi, ksatria, cakap,
bertanggung jawab, dan lurus. Walaupun dia tak pernah menjadi raja, dia adalah
sosok pemimpin yang agung. Karena keberadaannya, Hastinapura tetap Berjaya walaupun
beberapa kali lowong kekuasaan ataupun dipimpin oleh raja-raja yang kurang
cakap. Dia pula adalah putera terbaik dari Dinasti Kuru.
0 komentar:
Dimohon untuk menggunakan kata-kata yg sopan