Hikayat Maha Resi Bhisma Dewabhrata

1:56 PM 0 Comments


Selamat siang,
Karena saya sedang gandrung dengan epos Mahabharata yang ditayangkan di salah satu televisi. Saya sangat penasaran dengan sosok seorang Bishma. Saya mendapat preferensi dari http://silsilahwayang.webs.com dan http://id.wikipedia.org/wiki/Bisma. Yang akan saya susun sendiri dan saya bagi berdasarkan preferensi di atas.




Bhisma Dewabhrata – Bhishma Devavrata

                Dalam hikayat Bharatayuda dan Mahabharata, Bhisma Dewabhrata adalah salah satu sosok yang sangat dihormati dan dijunjung tinggi dalam Dinasti Kuru. Bhisma adalah salah satu pewaris tahta Hastinapura pada awalnya, namun memilih untuk menolak tahta tersebut demi menjaga Hastinapura dari perpecahan dan perebutan kekuasaan dari keturunannya dan keturunan ibu tirinya, Dewi Durgandini atau Satyawati. Dan memilih menyerahkan Hastinapura pada keturunan Satyawati.


Kelahiran:
                Maha Resi Bhisma adalah putra dari Prabu Santanu, raja Hastinapura, dan Dewi Gangga. Bhisma  merupakan penjemaan dari salah satu Wasu. Pada awalnya, delapan Wasu telah dihukum dibuang ke dunia karena mencuri lembu milik Resi Washita. Dalam perjalanannya, delapan Wasu tersebut bertemu dengan Dewi Gangga yang juga dalam perjalanan ke bumi untuk menjadi istri Prabu Santanu. Delapan Wasu tersebut bersedia untuk menjadi putera Dewi Gangga. Dan Bhisma adalah penjelmaan Wasu terakhir, Phabhrata, sementara 7 Wasu lain telah dibunuh Dewi Gangga dengan ditenggelamkan di sungai Gangga ketika masih bayi.


Masa Muda:
                Pada saat Bhisma akan ditenggelamkan Dewi Gangga, Prabu Santanu memergokinya dan melarang Dewi Gangga untuk membunuh puteranya. Dewi Gangga pun tak membunuh Bhisma, namun lantas moksa, naik ke sorga meninggalkan Prabu Santanu, membawa Bhisma. Pada saat Bhisma cukup dewasa, Bhisma diturunkan ke bumi, ke sungai Gangga. Dan disana lah Bhisma muda (atau Dewabhrata, namanya pada saat masih muda), bertemu dengan ayahnya, Prabu Santanu. Dewabhrata menghabiskan banyak waktu untuk berlatih. Sebagai putera mahkota Hastinapura, Dewabharata mempelajari ilmu politik dari Brihaspati, ilmu Veda dan Vedangga dari Resi Wasitha, dan ilmu perang dari Begawan Parasurama (Rama Bargawa). Dia juga mempunyai aji untuk menentukan tanggal kematiannya sendiri.


Sumpah:
                Selain menikah dengan Dewi Gangga, Prabu Santanu juga menikahi Dewi Durgandini (Satyawati). Demi menjaga keutuhan Hastinapura dari perebutan kekuasaan antara keturunan Dewi Gangga dan Dewi Durgandhini, Dewabhrata memilih mengalah dan menyerahkan kekuasaan pada keturunan Dewi Durgandini, dan bersumpah untuk hidup membujang selama hidupnya, agar keturunannya berhenti dan Hastinapura mutlak milik keturunan Dewi Durgandini. Karena sumpahnya tersebut, Dewabharata berganti nama menjadi Bhisma (dalam Sansekerta: Dia yang sumpahnya Dahsyat).


Kisah Cinta:
                Bhisma yang telah berucap sumpah, pergi ke Kerajaan Kasi, untuk mengikuti sayembara. Dia memenangkannya dan berhasil membawa pulang tiga puteri, Puteri Amba, Puteri Ambika, dan Puteri Ambalika, untuk dinikahkan dengan adik-adik tirinya, Citranggada dan Wicitrawirya. Karena Citranggada wafat, Ambika dan Ambalika dinikahkan dengan Wicitrawirya. Sementara Puteri Amba menolak karena mencintai Bhisma. Bhisma yang telah terikat sumpah, menolak Puteri Amba. Sehingga Puteri Amba sampai mengadukannya ke Begawan Parasurama, dan terjadilah pertempuran dahsyat antara Begawan Parasurama dan Bhisma. Begawan parasurama pun sampai bersumpah tak akan mengangkat murid dari kasta Ksatria lagi, dan Puteri Amba memilih mati dan bersumpah akan menitis pada seorang puteri dan membunuh Bhisma. Pada kehidupan selanjutnya, Puteri Amba memang menitis kepada puteri raja Drupada, Puteri Srikandi. Dan bersama suaminya, Pangeran Arjuna, mereka membunuh Resi Bhisma di pertempuran agung, Barathayuda di Kuruksethra.


Peranan di Bharatayuda:
                Atas kesaktiannya dan senioritasnya, Resi Bhisma ditunjuk mejadi Panglima Perang pihak Korawa. Resi Bhisma sempat menemui Yudhistira pada malam sebelum peperangan dan merestui Pandhawa serta mendoakan Pandhawa memenangkan perang. Resi Bhisma pun sempat menemui Duryodana. Dia berkata bahwa walaupun dirinya (Bhisma) berada di pihak Korawa, kemenangan pasti jatuh ke tangan Pandhawa karena Khrisna (Bathara Kresna, titisan Dewa Vishnu), dan Arjuna ada di sana. Dimana ada Khrisna, disitu ada kebenaran dan keberuntungan, dan dimana ada Arjuna, disitu ada kejayaan.
                Resi Bhisma bertarung dengan sangat dahsyat. Setiap ksatria yang menghadapinya pasti mati ataupun luka berat. Bhisma memilih Resi Dorna dan Prabu Salya sebagai senapati-senapati pendampingnya, dan menolak Adipati Karna, Satria dari Awangga dan putera Dewi Kunthi dan Dewa Surya. Mungkin hal ini adalah siasat Bhisma agar peperangan seperti berlarut-larut. Bhisma sangat menyayangi Pandhawa dan Arjuna tentu saja. Resi Dorna yang merupakan guru Arjuna, juga sangat menyayangi Arjuna. Sementara Prabu Salya, yang merupakan paman dari Nakula-Sadewa, terpaksa memihak Korawa karena jebakan Suyudana, menantunya. Dalam peperangan, Bhisma sama sekali tak berniat menghabisi Pandhawa, dan selalu melindungi Korawa dari serangan Pandhawa. Hal ini yang menjadikan Bharatayuda berlarut-larut tanpa ada pemenang.
                Sampai dua panglima perang Bharatayuda (Resi Bhisma dan Arjuna) bertemu dalam peperangan pun, Resi Bhisma tak bisa menghabisi Arjuna, Arjuna pun setengah hati dalam melawan kakek buyutnya tersebut. Hal ini membuat Khrisna (Bathara Kresna, titisan Dewa Vishnu) yang bertindak sebagai kusir dari kereta kencana Arjuna, marah. Khrisna pun mencabut cakhra dari dadanya dan segera membidik leher Bhisma, berniat menghabisinya dengan tangannya sendiri. Namun Arjuna segera berlari menghampiri Khrisna dan menahan kaki Khrisna, sambil tersedak-sedak meratap “O Kesawa (Kresna), janganlah paduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut berperang. O Madhawa (Kresna), apabila paduka melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa paduka pembohong. Semua penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang akan membunuh kakek yang terhormat itu!..." Khrisna tak menjawab, dan segera naik lagi ke kereta.


                Khrisna yang kehabisan akal mengajak Pandhawa untuk bertamu ke tenda Resi Bhisma, di sana dia menanyakan kelemahan Resi Bhisma. Resi Bhisma yang mengetahui kedatangan Pandhawa, menyambutnya dengan ramah. Dan ketika Yudhistira menanyakan kelemahannya, Resi Bhisma menjawab:
“ ...ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan menyerang seseorang yang telah membuang senjata, juga yang terjatuh dari keretanya. Aku juga tidak akan menyerang mereka yang senjatanya terlepas dari tangan, tidak akan menyerang orang yang bendera lambang kebesarannya hancur, orang yang melarikan diri, orang dalam keadaan ketakutan, orang yang takluk dan mengatakan bahwa ia menyerah, dan aku pun tidak akan menyerang seorang wanita, juga seseorang yang namanya seperti wanita, orang yang lemah dan tak mampu menjaga diri, orang yang hanya memiliki seorang anak lelaki, atau pun orang yang sedang mabuk. Dengan itu semua aku enggan bertarung...”
Pada hari ke sepuluh, Srikandi turun ke Kuruksethra. Srikandi menyerang Resi Bhisma dan dia tak melawan karena yang nampak di depannya bukanlah Srikandi, namun utuh adalah Puteri Amba, dan dibelakangnya, Arjuna pun ikut menghujamkan panah-panahnya kea rah Resi Bhisma. Puluhan panah dahsyat Arjuna menghujam baju zirah Resi Bhisma dan merobohkannya. Jasadnya meayang tertahan puluhan panah, dan dia belum mati, karena Resi Bhisma mampu menentukan kapan dia mati. Korawa dan Pandhawa segera menghentikan perang dan menuju Resi Bhisma. Resi Bhisma sempat meminta bantal untuk kepalanya. Korawa yang menyediakan sebuah bantal mewah ditolaknya, lantas Arjuna segera mengambil beberapa panah dan menyusunnya menjadi sebuah penyangga kepala (sarpatala). Resi Bhisma lantas meminta air, Korawa kembali memberinya minuman dan ditolak kembali. Arjuna segera menancapkan panah ke tanah, dan keluarlah air ke wajah Resi Bhisma. Resi Bhisma meminta agar dia bisa melihat akhir dari perang Bharatayuda, medan perang pun digeser dan memberi tempat Resi Bhisma untuk melihat jalannya perang.
                Hanya delapan hari setelah tumbangnya Resi Bhisma, Korawa kalah. Pandhawa kembali mengunjungi Bhisma bersama ibu mereka, Dewi Kunthi Nalibrata, Sri Khrisna, dan Prabu Baladewa. Setelah memberi wejangan pada Yudhistira, Resi Bhisma pun wafat.




Bagian Akhir:
                Resi Bhisma adalah sosok yang tangguh, jujur, berdedikasi tinggi, ksatria, cakap, bertanggung jawab, dan lurus. Walaupun dia tak pernah menjadi raja, dia adalah sosok pemimpin yang agung. Karena keberadaannya, Hastinapura tetap Berjaya walaupun beberapa kali lowong kekuasaan ataupun dipimpin oleh raja-raja yang kurang cakap. Dia pula adalah putera terbaik dari Dinasti Kuru.

Unknown

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard. Google

0 komentar:

Dimohon untuk menggunakan kata-kata yg sopan